Rabu, 11 Mei 2011

Dewan Setuju Perolehan 49 % Dari Blok Migas WMO

Fraksi PKNU Jatim Online (Kamis; 12/05)
Gubernur Jawa Timur Pakde Karwo terus mendesak pada pengelolaan Blok Migas WMO yang berada di Madura agar dapatnya mendapat jatah paling tidak 49 prosen. Angka tersebut tidak berlebihan, karena hampir selama 30 tahun Jawa Timur tidak merasakan hasil sumber perut bumi yang ada di Pulau Madura tersebut.
Agaknya upaya keras yang dilakukan oleh Gubernur Jatim tersebut didukung oleh Anggota Komisi C DPRD Jatim, Ahmad Firdaus Fibrianto , menurutnya dirinya setuju terhadap usulan Gubernur Jatim yang meminta jatah pengelolaan Migas Blok WMO sebesar 49 persen dengan mengadopsi sistem Golden Share. Sebab, hampir 30 tahun Jatim tidak mendapatkan apa-apa dari eksploitasi migas di perairan Madura tersebut.
"Kami optimis usulan itu akan  dikabulkan BP Migas, Kementrian ESDM maupun Komisi VII DPR. Minimal diatas PI 10 persen," ujar politisi asal Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU).
Optimisme DPRD Jatim itu disebabkan, ada beberapa daerah di Indonesia yang bisa mendapat hak pengelolaan Migas lebih dari PI 10 persen, karena memiliki status otonomi khusus. Misalnya, di Provinsi Aceh, Provinsi Papua, dan Provinsi Kepulauan Riau. "Walaupun Jatim bukan termasuk daerah otonomi khusus, tapi kan tidak ada salahnya jika Jatim ingin menerapkan Golden Share. Sebab tujuannya adalah untuk kesejahteraan rakyat Jatim," jelas Firdaus.
Anggota Komisi A DPRD Jatim Nizar Zahro menambahkan, bahwa kontrak baru pengelolaan blok migas WMO dengan komposisi Pertamina 60 persen, Kodeco 10 persen, CNOOC 10 persen, PT Pure Link Investment 10 persen dan PT Sinergindo 10 persen, wajib dianulir sebab Jatim sebagai daerah penghasil tidak diberi jatah. "Kalau sampai Jatim tidak diberi jatah hak pengelolaan Migas Blok WMO, kami akan menempuh jalur hukum," pungkasnya.
Gubernur Jatim Soekarwo berencana merevisi usulan surat kepada Kementerian ESDM, BP Migas dan Komisi VII DPR RI terkait hak pengelolaan blok migas di West Madura Offshore (WMO) yang akan habis masa kontraknya pada 7 Mei 2011 mendatang.
"Surat saya pada 25 April 2011 tentang Jatim meminta 25 persen akan saya revisi menjadi 49 persen. Dalam waktu dekat akan saya kirim dan itu harus diberi. Karena yang minta saya sebagai penanggungjawab teritorial Jatim," tegas Pakde Karwo seusai Rapat Koordinasi Teknis Optimalisasi Program Kependudukan dan Keluarga Berencana di Grand City Surabaya,
Pertimbangan gubernur meminta jatah lebih besar dari jatah participating interest (PI) 10 persen, itu karena suasana dalam RUU Migas yang baru memberi kewenangan yang cukup besar bagi daerah penghasil untuk ikut mengelola bisnis Migas. "Konsep golden share itu nampaknya yang diakomodasi dalam UU Migas yang baru nanti, jadi saya optimis permintaan tersebut akan dikabulkan," tukasnya.
Apakah Pemprov Jatim memiliki kemampuan soal pendanaan? Dengan diplomatis Pakde Karwo menyatakan jelas mampu, sebab pihaknya akan menggandeng pihak ketiga untuk mengelola Blok Migas WMO itu. "Kami akan gandeng pihak ketiga, sehingga APBD tidak akan digunakan untuk membiayai pengelolaan migas atau bisnis pemerintah melalui BUMD," imbuhnya.

Kamis, 05 Mei 2011

Belum puas, Komisi B panggil Pelindo III

[Kabar - Parlemen] Setelah melakukan hearing terkait perselisihan antara Pelindo III dengan usaha bongkar muat yang berada di wilayah pelabuhan Tanjung perak Surabaya.
Merasa kurang puas dengan penjelasan awal, Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jatim memanggil PT Pelindo III dan PT Pelabuhan Jatim Satu yang bergerak di bidang bongkar muat Tanjung Perak menyatakan pada pertemuan siang tadi antara PT Pelabuhan Jatim Satu dengan PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III dinilai belum lengkap. Karena itu, Komisi D yang membidangi pembangunan ini akan mengagendakan untuk melakukan pertemuan lagi.
Ketua Komisi D DPRD Jatim, Bambang Suhartono, usia hearing dengan PT Pelindo III dan PT Pelabuhan Jatim Satu di ruang rapat Komisi D DPRD Jatim, Rabu (4/5) mengatakan, pada pertemuan tadi terkesan ada satu pembelaan terhadap diri sendiri sudah pasti dilakukan. Karena itu, pihak Komisi D akan melakukan langkah-langkah salah satunya melakukan kunjungan ke Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan dan Menteri BUMN.
Bambang Gerr menjelaskan, penyampaian informasi untuk menjelaskan semua permasalahan yang ada di pelabuhan sudah disampaikan PT Pelindo III dan PT Pelabuhan Jatim Satu, namun pihak Komisi D menilai masih belum lengkap. “Menurut saya masih kurang, karena itu nanti akan ada pemanggilan lagi,” katanya.
Kapan pemanggilan dilakukan lagi, Bambang menjawabnya, pemanggilan akan terus dilakukan, baik kepada PT Pelindo III maupun PT Pelabuhan Jatim Satu, namun untuk kepastiannya pertemuan harus disesuaikan dengan jadwal Komisi D.
Dirut PT Pelindo III Djarwo mengatakan, jika ada pemanggilan lagi pihaknya siap memenuhi undangan. “Kami siap saja datang. Kalau diminta datang tentunya kami harus memenuhinya,” ujarnya.
Djarwo menjelaskan, pertemuan dengan Komisi D DPRD Jatim dan PT Pelabuhan Jatim Satu merupakan agenda penting. Karena, pihaknya berkesempatan di dalam memberikan penjelasan yang konkrit terkait dengan pelabuhan.
“Jadi pertemuan ini adalah kesempatan baik untuk menjelaskan posisi Pelindo. Meskipun, pada pertemuan yang sedang berlangsung terjadi ada perbedaan pendapat  merupakan hal yang wajar,” Pelindo III menyalahkan diri sendiri karena kurang memberikan informasi mengenai kepelabuhanan. “Saya berterima kasih karena di forum tadi bisa menjelaskan Pelindo III itu apa, apa yang dikerjakannya dan sebaginya,” paparnya.
Manajemen Pelindo III siap memberikan waktunya. “Siap memberikan waktu, karena tugas kami sebagai pejabat publik memberikan informasi seluas-luasnya,” imbuhnya